SUSTAINABLE LANDSCAPE DESIGN
Ruang publik merupakan sebagai bagian
dari ruang kota tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari suatu kota. Menurut
Sunaryo (2004), Sebuah Ruang publik memiliki arti yang penting untuk wilayah
atau kawasan perkotaan, sebab peranan utama ruang publik adalah menyelaraskan
pola kehidupan masyarakat suatu kota (Kustianingrum, 2013).
Masyarakat kota yang memiliki aktivitas,
mulai dari pagi hingga sore bahkan dari awal pekan hingga akhir pekan telah
menunggu untuk ditunaikan. Melakukan aktivitas yang sama setiap harinya tentu
akan menimbulkan suatu kejenuhan. Masyarakat kota membutuhkan suatu lokasi yang
berbeda dengan lingkungan tempat mereka bekerja untuk melakukan aktivitas di
luar rutinitasnya. Keberadaan ruang publik di suatu kota bertujuan untuk
menyediakan lokasi yang dapat digunakan oleh masyarakat kota untuk melakukan
aktivitas sosial dengan nyaman (Kustianingrum, 2013).
Wilayah perkotaan biasanya dikaitkan
dengan pembangunan. Pembangunan di perkotaan cenderung menitikberatkan pada
aspek industri. Pembangunan diartikan sebatas peningkatan ekonomi dan
pembangunan fisik belaka. Fokus pembangunan sosial dan ekonomi lebih mengarah
pada masalah kemiskinan, seperti upaya atau langkah-langkah apa yang harus
dilakukan untuk mengurangi kemiskinan masyarakat sehingga tak jarang isu
tentang pelestarian lingkungan cenderung diabaikan (Adi, 2008). Taman kota
merupakan salah satu jenis ruang terbuka hijau publik yang biasanya dijadikan
tempat untuk menghabiskan waktu libur atau sekedar waktu luang di tengah
rutinitas. Taman kota yang berfungsi sebagai ruang publik tentu akan menjadikan
lokasi ini ramai dikunjungi banyak orang. Mereka datang melakukan aktivitas
yang berbeda-beda, misal ada yang sekedar membaca buku sambil duduk di bawah
pohon, jogging, dan mungkin ada yang datang ke taman kota dalam misi untuk berdagang. Taman kota sebagai
ruang publik ibarat suatu wadah di mana di dalamnya terjadi interaksi sosial.
Interaksi
yang terjadi secara berkelanjutan akan membawa suatu perkembangan, baik dari
segi fungsi, penyediaan fasilitas, dan aktivitas yang terjadi di taman kota.
Sejatinya tidak ada yang statis, begitu halnya dengan taman kota sebagai ruang publik,
seiring berjalannya waktu pasti ada perubahan yang terjadi. Fungsi taman pada
tahap perencanaan mungkin saja akan berubah ketika sudah dihadapkan pada
realita yang ada. Penyediaan fasilitas taman tentu akan berubah, baik dari segi
jumlah yang akan bertambah maupun berkurang. Kemudian aktivitas yang dilakukan
oleh orang-orang yang berada di kawasan taman kota juga akan mengalami suatu
perkembangan.
Taman kota merupakan bentuk fasilitas
sosial yang dikelola pemerintah kota sehingga taman merupakan fasilitas publik
yang harus disediakan oleh pemerintah kota. Taman kota dapat diakses oleh semua
warga tanpa ada pungutan biaya. Penyediaan fasilitas sosial dalam bentuk taman
merupakan kebijakan dari pemerintah tentang kepedulian terhadap lingkungan.
Kesadaran akan pentingnya lingkungan yang asri dan taman sebagai paru-paru kota
serta sarana rekreasi, diwujudkan melalui kebijakan operasional dalam bentuk
taman-taman kota (Adi, 2008).
1.1.
Tujuan
Tujuan terbangunnya sebuah taman di dalam
kawasan perkotaan ialah :
1.
Ekologis
a.
Taman
kota
sebagai penjaga kualitas lingkungan kota. Dengan adanya penghijauan maka taman
kota dapat berfungsi sebagai
b.
Paru-paru
kota yang menghasilkan banyak O2
c.
Filter
debu dan asap kendaraan bermotor, sehingga dapat meminimalisir polusi udara
d.
Tempat
penyimpanan air tanah, sehingga mencegah datangnya banjir dan erosi serta
menjamin pasokan air tanah. Semoga ga da cerita lagi “musim ujan kebanjiran,
musim kemarau kekeringan”.
e.
Peredam
kebisingan kota yang padat aktivitas
f.
Pelestarian
lingkungan ekosistem. “Kondisi yang langka mendengar suara cicit burung, capung di lingkungan perkotaan”.
2. Sosial
a.
Sebagai
tempat komunikasi sosial
b.
Sebagai
sarana olahraga, bermain, dan rekreasi
c.
Sebagai
landmark sebuah kota
d.
Menambah
nilai estetika sebuah lingkungan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi
sebuah kota.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sustainable
Landscape Design
Lanskap berkelanjutan adalah berbagai praktik di bidang studi lanskap yang telah dikembangkan sebagai tanggapan terhadap isu-isu lingkungan. Praktik ini digunakan dalam setiap fase lanskap, termasuk desain, konstruksi, implementasi dan pengelolaan lanskap perumahan dan komersial.
Hamid Shirvani dalam bukunya the Urban Design (1985:7) memasukkan open space sebagai salah satu dari delapan elemen arsitektur kota. Tujuh elemen lainnya adalah tata guna lahan, gubahan massa bangunan, sirkulasi dan parkir, jalur pejalan kaki atau pedestrian dan dukungan aktifitas. Dengan adanya pengelompokkan ini, dapat dipahami bahwa ruang terbuka merupakan elemen penting dalam pembentukkan arsitektur kota. Lebih lanjut Shirvani menyatakan bahwa ruang terbuka dapat diartikan sebagai lansekap, hardscape (jalan, trotoar dan sejenisnya), taman dan area rekreasi didaerah perkotaan. Dari pernyataan Shirvani ini, sudah sangat jelas bahwa ruang terbuka memang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan arsitektur kota. Kota memerlukan ruang-ruang publik tempat warga kota berinteraksi, mencari hiburan atau melakukan kegiatan yang bersifat rekreatif.
2.2 Aplikasi Yang Terbuka
Ahmaddin Ahmad (2002) memaparkan beberapa
fungsi ruang publik dan ruang terbuka pada sebuah kota. Menurutnya fungsi ruang
publik dan ruang terbuka tersebut sangat tergantung dari latar budaya dan
kebiasaan masyarakatnya. Bagi masyarakat Jakarta, ruang publik memiliki fungsi
kultural, sosial dan sekaligus nilai ekonomi:
1.
Sebagai tempat bertemu,
berinteraksi dan silaturrahmi antar warga. Digunakan pula sebagai tempat
rekreasi dengan bentuk kegiatan yang khusus: bermain, berolahraga dan bersantai.
2.
Menjadi simbol tempat dan
identitas kota. Menghadirkan ruang pandang (urban
scene) terutama pada kawasan padat penduduk.
3.
Melindungi fungsi ekologis
kawasan, menyediakan cahaya dan sirkulasi udara ke bangunan sekitar. Tempat
warga kota menghirup udara segar dan menyegarkan pandangan.
4.
Berfungsi sebagai kawasan
cadangan bagi pengembangan masa datang.
5.
Dimanfaatkan sebagai tempat
berjualan pedagang kaki lima, atau digunakan untuk pasar kaget.
Dari uraian fungsi ruang
terbuka di atas, terlihat bahwa ruang terbuka tidak lagi berfungsi sebagai
ruang publik namun banyak yang telah berganti fungsi dan makna. Pergeseran
fungsi dan makna ini terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Pedestrian Sebagai Ruang Terbuka
Pedestrian yang awalnya direncanakan sebagai fasilitas bagi pejalan kaki, pada akhirnya malah sebaliknya banyak yang difungsikan untuk keperluan lainnya. Banyak pedestrian yang digunakan sebagai tempat berjualan, warung-warung ilegal banyak yang tersebar di sepanjang pedestrian. Tentu saja ruang yang tersisa untuk berjalan kaki pada akhirnya hanya tinggal sedikit saja, sehingga tidak mampu untuk menampung orang untuk berjalan kaki. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat di sepanjang Jalan Cempaka Putih Tengah XXX, terlihat bahwa pedestrian yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki, tidak memperlihatkan ruang sisa sedikitpun untuk mereka yang ingin berjalan menuju ke rumah sakit, maupun tempat tujuan lainnya.Sebagai pemecahan, pihak rumah sakit memagari bagian luar dari pedestrian tersebut, untuk melindungi pejalan kaki sehingga mereka mempunyai ruang untuk berjalan. Namun solusi ini tidak membawa hasil yang positif karena pejalan kaki lebih memilih melewati jalur kendaraan bermotor daripada harus berjalan kaki di dalam trotoar yang dipagari.
Perbedaan ini sangat terlihat jika kita
mellihat Kawasan Orchard Road yang relatif cukup sibuk dengan aktifitas
penduduk lokal maupun turis ini berada di jantung kota
Singapura layaknya Sudirman-Thamrin. Pada awalnya jalan yang panjangnya 2,6 km
ini mulai ditata oleh pemerintah Singapura pada tahun 1970-an. Dan hingga saat
ini kawasan orchard road di singapura menjadi salah satu kawasan dstinasi para
arsitektur untuk menyaksikan keramaian yang ada dalam kota namun tetap terjaga
kelestarian alamnya.
Dengan
minimnya fasilitas pedestrian yang tersedia di Jakarta sebagai ruang bagi
pejalan kaki, dan juga karena adanya penyalahgunaan fungsi pedestrian tersebut.
Masyarakat sedikit banyak berpikir bahwa karena tidak adanya tindakan tegas
terhadap masalah-masalah tersebut, maka pada akhirnya masyarakat lebih memilih
naik kendaraan daripada berjalan kaki hanya untuk tujuan yang relatif dekat.
Keengganan untuk berjalan kaki ini dikaitkan dengan kenyamanan dan keamanan
saat mereka menggunakan fasilitas pedestrian tersebut. Hal ini akan berakibat
pada gagalnya usaha untuk penghematan bahan bakar bagi kendaraan bermotor.
BAB III
KESIMPULAN
4 3.1 Kesimpulan
1.
Landscape
yang ada pada saat ini di Indonesia belum terbilang mumpunidan memadai untuk di
gunakan oleh manusia, namun saat ini sedang dalam proses pengembangan untuk kedepanya
yang lebih baik.
2.
Landscape
atau ruang terbuka hijau pada wilayah perkotaan sangat diperlukan untuk
menunjang dan memberikan pengaruh yang positif kepada manusia yang beraktifitas
di dalamnya.
Referensi
Ahmad, Ahmadin (2002). Re-Desain Jakarta Tata Kota Tata Kita 2020. Jakarta: KotaKita
Machdijar, Sutrisnowati (2003). Pengembalian
Fungsi Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Kebayoran
Baru Jakarta. Artikel Kalang. Jakarta: Tarumanagara Architectural Press.
Direktorat Jendral
Penataan Ruang. 2008. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Direktorat Jendral
Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum
Kustianingrum, D; Angga
Kusumah Sukarya; Rifan Athariq Nugraha; Franderdi Rachadi Tyagarga. 2013. Fungsi dan Aktifitas Taman Ganesha sebagai
Ruang Publik di Kota Bandung. Jurnal Reka Karsa, Vol. 1. No. 2, Agustus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar