Rabu, 07 Oktober 2015

Tugas Hukum dan Pranata Pembangunan 2

UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG 

Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:



  1. keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
  2. kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
  3. produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
  4. berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.

Untuk mendukung visi di atas, maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:

  • keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
  • keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan    sumber daya manusia; dan
  • perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan       ruang. 

Sementara pasal 6 ayat (1) mempertegas bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan.

Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk: 

(1)     pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;

(2)     konservasi sumber daya alam; dan

(3)     pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang terdiri dari: 

(1)   ketentuan tentang ’amplop’ ruang (koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar ruang hijau,garis sempadan);

(2)   penyediaan sarana dan prasarana;
(3)   ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan   keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi


Dari klasifikasi penataan ruang ditetapkan strategi umum dan strategi implementasi penyelengaraan penataan ruang, sebagai berikut:
  1. Pasal 6 yakni menyelenggarakan penataan ruang wilayah nasional secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, kenyamanan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
  2. Pasal 6 ayat (2) yakni menetapkan prinsip-prinsip ”komplementaritas” dalam rencana struktur ruang dan recana pola ruang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
  3. Pasal 7 sampai dengan pasal 8 yaitu memperjelas pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang;
  4. Pasal 17, pasal 28 - pasal 30 yakni: (a) memberikan perhatian besar kepada aspek lingkungan/ ekosistem; (b) menekankan struktur dan pola ruang dalam rencana tata ruang.
Dalam menghadapi tantangan dan permasalahan menuju ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, penyelenggaraan penataan ruang di kawasan perkotaan perlu menggunakan instrumen penataan ruang yang memuat sistem insentif dan disinsentif serta sanksi bagi pelanggar tata ruang. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meminimalkan permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan penataan ruang, seperti:
  • konflik spasial antara provinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan otonomi daerah;
  • rencana tata ruang wilayah yang belum sepenuhnya menjadi acuan penerapan tata ruang;
  • aspek pengendalian pemanfaatan ruang yang lemah;
  • berlangsung terusnya berbagai permasalahan perkotaan klasik (macet, bencana tanah longsor, kumuh,)

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:

Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
  1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
  2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
  3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
  4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai           dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
  1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
  2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
  3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
  4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan  dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
  1. pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
  2. peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
        (a)   partisipasi dalam penyusunan RTR;­
        (b)   partisipasi dalam   pemanfaatan ruang; dan
        (c)   partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.


PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA
Perubahan paradigma dalam pembangunan wilayah dan kota, khususnya dalam penyediaan ruang terbuka hijau di wilayah kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hendaknya dilaksanakan sepenuhnya oleh Bupati/Walikota dengan dukungan penuh dari pihak legislatif di masing-maisng daerah. Hal ini tentu saja dilaksanakan dengan melihat kondisi bio-geografi lingkungan dan sumber daya manusia di masing-masing wilayah dan hendaknya dikembangkan secara bertahap. Hal ini telah dilaksanakan oleh beberapa Bupati dan Walikota yang juga telah mendapat dukungan penuh dari badan legislatifnya, seperti kelima wilayah kota Provinsi DKI Jakarta, Surabaya, dan lain-lain.



refrence :
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=106
http://dcktr.surabaya.go.id/cktrweb/dasarhukum/imb/UU_No26_2007.pdf
Anies, 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan, solusi mencegah dan menanggulangi penyakit menular. Seri Lingkungan dan Penyakit. Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta. Anggota IKAPI. ISBN: 979-20-8692-7
Pinderhughes, Raquel. 2004.  Alternative urban Future, planning for sustainable development in cities throughout the world. Chapter six: Alternative Urban Futures (hal 220-226). Rowman & Littlefield Publishers, Inc. PO Box 317. Oxford OX29RU, UK.
Purnomohadi, Ning. 1995. Ruang Terbuka Hijau dan Perannya dalam Pengelolaan Kualitas Udara di Metropolitan Jakarta. Bahan Disertasi FPS-PSL-IPB (tidak dipublikasikan),
Purnomohadi, Ning (Penulis Utama), 2006. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Penerbit: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum RI. ISBN 979-15540-0-5.

Tugas Hukum dan Pranata Pembangunan 1

Pengertian Hukum Pranata Pembangunan


        Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan). Pranata adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia di masyarakat; institusi. Sedangkan Pembangunan ialah proses, cara, perbuatan membangun.
        Hukum pranata pembangunan “suatu peraturan interaksi pelaku pembangunan untuk menghasilkan tata ruang suatu daerah menjadi lebih berkualitas dan kondusif. Hukum pranata pembangunan untuk menyempurnakan tatanan pembangunan pemukiman yang lebih teratur berkualitas dan kondusif bagi pengguna dan pemerintah daerah. Di karenakan kurangnya lahan terbuka untuk penghijauan dan resapan air hujan untuk cadangan air tanah dalam suatu kawasan/daerah. Pelaku pembangunan ini meliputi Arsitektur, pengembang, kontraktor, dinas tata kota dan badan hukum. Hukum pranata pembangunan memiliki empat unsur :
 
 1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan sumber daya yang paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.


2. Sumber daya alam
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai sumber utama pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.


3. Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.


4. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.



 Struktur Hukum Pranata Pembangunan


Struktur Hukum Pranata di Indonesia :

  1.  Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
  2.  Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI)      selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
  3.  Yudikatif (MA-MK) sbg lembaga penegak keadilan
    Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik; Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
  4.  Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb





refrence :
http://irmaimoenkramadhania.blogspot.com/2012/11/pengertian-hukum-pranata-pembangunan.html
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/
BPS, Statistik Indonesia Tahun 2001
Sidharta, Ir. Prof, (1984),”Peran arsitek, Pendidikannya, dan Masa Depan Arsitektur”,
Pidato Pengukuhan Guru Besar, Semarang.
http://hardi91.wordpress.com/2011/10/01/hukum-pranata-pembangunan/
http://270309gatesyasser.blogspot.com/2011/11/struktur-hukum-pranata-pembangunan.html
http://dinantikasalsabila.blogspot.co.id/2013/10/pengantar-hukum-pranata-pembangunan.html