Rabu, 11 Maret 2015

Tugas Kewarganegaraan 1

1. PELANGGARAN HAK WARGA NEGARA DAN SOLUSINYA

 
1. Pelanggaran Hak Warga Negara
Penetapan hak warga negara adalah hal mutlak yang harus mendapat perhatian khusus dari negara  sebagai jaminan di junjung tingginya sila ke-5 yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.  Pengakuan Hak  sebagai warga negara indonesia dalam konsepnya mendorong terciptanya  suatu masyarakat yang tertata baik. Namun dalam praktik atau kenyataannya hak warga negara justru hanya dijadikan slogan pemerintah untuk menarik simpati warga negara dan diajak untuk “bermimpi” bisa mendapatkan pengakuan  akan hak – hak tersebut secara utuh. Misalnya saja hak warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Tentunya jika melihat kondisi rakyat di negara Indonesia ini, hal itu hanya menjadi impian semata. Pengakuan hak hanya untuk warga negara yang mampu membeli hak – hak tersebut dengan uang, jabatan dan kekuasaan. Sedangkan untuk rakyat yang kurang beruntung kehidupannya hanya bisa menunggu kapan mereka dioerhatikan kesejahteraannya atau menunggu berubahnya kebijakan pemerintah yang lebih memihak kepada mereka.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, setiap warga Negara dijamin haknya oleh pemerintah sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945. Namun seperti yang kita ketahui dan kita rasakan. Hingga saat ini masih banyak perilaku yang dianggap merupakan pelanggaran terhadap hak warga Negara, baik oleh Negara ataupun warga Negara lainnya.
Memang didalam pelaksanaannya ada kecenderungan lebih mengutamakan hak  - hak daripada kewajiban – kewajiban asasi warga negara. Ada kecenderungan menuntut hak – hak yang berlebihan sehingga merugikan orang lain.penuntutan hak – hak yang berlebih – lebihan atau tanpa batas akan merugikan orang lain  yang memiliki hak yang sama. Oleh sebab itu, pelaksanaan hak – hak warga negara perlu dibatasi, akan tetapi tidak dihilangkan atau dihapuskan.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia sebetulnya karena terjadinya pengabaian terhadap kawajiban asasi. Sebab antara hak dan kawajiban merupakan dua hal yang tak  terpisahkan. Bila ada hak pasti ada kewajiban, yang satu mencerminkan yang lain. Bila seseorang atau aparat negara melakukan pelanggaran HAM, sebenarnya dia telah melalaikan kewajibanya yang asasi. Sebaliknya bila seseorang/kelompok orang atau aparat negara melaksanakan kewajibanya maka berarti dia telah memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia. Sebagai contoh di negara kita sudah punya UU No.9 tahun 1998 berkenaan dengan hak untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tertulis. Disatu sisi undang-undang tersebut merupakan hak dari seseorang warga negara, namun dalam penggunaan hak tersebut terselip kewajiban yang perlu diperhatikan. Artinya seseorang atau kelompok yang ingin berunjuk rasa dalam undang-undang tersebut harus memberi tahu kepada pihak keamanan (Polisi) paling kurang 3 hari sebelum hak itu digunakan.
Hal ini dimaksudkan untuk menghormati hak orang lain seperti tidak mengganggu kepentingan orang banyak, mentaati etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa kita. Contoh lain, dalam lingkungan kampus dapat saja terjadi mahasiswa yang melakukan kegiatan seperti diskusi yang bebas mengemukakan pendapat tetapi mereka dituntut pula menghormati hak-hak orang lain agar tidak terganggu. Begitu pula kebebasan untuk mengembangkan kreativitas, minat dan kegemaran (olah raga, kesenian, dll) tetapi hendaklah diupayakan agar kegiatan tersebut tidak mengganggu kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa atau warga kampus lainnya yang juga merupakan haknya. Banyak contoh lain dalam lingkungan kita baik di kampus maupun di dalam masyarakat yang menuntut adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu marilah kita laksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita dan itu termuat dalam berbagai aturan/norma yang ada dalam negara dan masyarakat.
2.       Bentuk Pelanggaran  Hak Warga Negara
Yang termasuk pelanggaran hak warga negara  menurut UU yaitu:
a.       Penangkapan dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa berdasarkan hukum.
b.      Pengeterapan budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang dianggap ekstrim yang dinilai oleh pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan kelangsungan pembangunan.
c.       Pembungkaman kebebasan pers dengan cara pencabutan SIUP, khususnya terhadap pers yang dinilai mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan dalih mengganggu stabilitas keamanan.
d.      Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat luas terhadap pemerintah, karena takut dicurigai sebagai oknum pengganggu stabilitas atau oposan pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman demikian ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi warga negara.
e.      Pembatasan hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat, karena dikhawatirkan akan menjadi oposan terhadap pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa Kasus pelanggaran ataupun kontroversi HAM dan Hak Warga Negara khususnya yang terjadi di Negara kita.
  • ·         Hukuman Mati
Kontroversi hukuman mati sudah sejak lama ada di hampir seluruh masyarakat dan negara di dunia. Indonesia pun tak luput dari kontroversi ini. Sampai hari ini pihak yang pro hukuman mati dan yang kontra hukuman mati masih bersilang sengketa. Masing-masing datang dengan rasional dan tumpukan bukti yang berseberangan, dan dalam banyak hal seperti mewakili kebenaran itu sendiri.
Seharusnya kontroversi itu berakhir ketika UUD 1945 mengalami serangkaian perubahan. Dalam konteks hukuman mati kita sesungguhnya bicara tentang hak-hak asasi manusia yang dalam UUD 1945 setelah perubahan masuk dalam Bab XA. Pasal 28A dengan eksplisit mengatakan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945. Hak untuk hidup ini adalah puncak hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.
  • ·         PILKADA
    Semestinya ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi wadah yang menghidupkan demokrasi lokal dengan berfungsinya organ-organ politik di daerah. Meski demikian, sepanjang sejarah penyelenggaraan pilkada di Indonesia, ternyata sarat pelanggaran hak warga Negara.
Salah satu penyebabnya adalah kebebasan yang terlalu meluas demikian cepat menyebabkan membanjirnya partisipasi dalam pencalonan kandidat kepala daerah, sementara ruang kompetisi sangat ketat dan terbatas.
Lagi pula, bayang-bayang potensi kekuasaan dan kekayaan yang amat menjanjikan dari jabatan kepala daerah menarik minat banyak kandidat, sementara kebanyakan dari mereka tidak memiliki integritas moral dan kapasitas keahlian yang memadai. Karena itu,tidak jarang cara-cara licik dan premanisme politik,entah sengaja atau terpaksa,digunakan dalam politik perebutan kekuasaan.Di sinilah pelanggaran Hak warga Negara  kerap terjadi.
  • ·         EMAIL BERUJUNG BUI
Kasus yang menimpah Prita Mulyasari cukup menarik.Sebetulnya bukan termasuk besar, tetapi rupanya ada konspirasi yang membesar-besarkan. Kasus ini bermula dari kejadian ” Curhat ” dan bersifat pribadi dari korban ( pasien ) di RS Omni Internasional atas dampak pengobatan yang mengakibatkan korban mengalami luka tambahan dari luka lama. Curhat tersebut dia ungkapkan kepada sahabatnya via email. Artinya si Prita dapat disebut sebagai pihak ” Konsumen ” dari penyedia jasa layanan usaha RS Omni tersebut. Sebagai konsumen Prita punya hak menyampaikan unek-unek ketidakpuasannya terhadap pelayanan penyedia jasa dan itupun dilindungi Undang – Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penegakan hukum terhadap Prita jelas-jelas melanggar Haknya Sebagai Warga Negara, Polres dan Kajari Tangerang dapat dituntut balik beserta Rumah sakitnya, demi nama baik dan kerugian yang diderita ibu 2 orang anak Balita ini.
  • ·         Tragedi trisakti
Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada, tragedi ini jelas merupakan pelanggaran HAM dan Hak Warga Negara khususnya.
  • ·         Penggusuran Rumah
Penggusuran terhadap rumah warga selalu terjadi setiap tahun. Tata ruang kota selalu menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan yang merugikan bagi sebagian warga kota itu.Kebijakan pemerintah melakukan penggusuran ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran Hak Warga Negara. 
3.       Solusi dari permasalahan pelanggaran hak warga negara
Indonesia menganut paham kekeluargan yang  tidak memperbolehkan diskriminasi dalam bentuk apapun dan atas dasar apapun. Kita tidak mempertentangkan antara mayoritas dan minoritas. Yang kita dambakan adalah kerukunan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Memang dalam suatu masyarakat akan dapat terjadi benturan dalam kehidupan yang berkembang dan dinamis, namun kita tidak dapat membiarkan konflik itu  timbul dan berkembang tanpa terkendali. Kita usahakan penyelesaiannya dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan semua pihak, tanpa ada yang merasa  menang atau merasa kalah, dan tidak ada yang merasa dimenangkan dan dikalahkan.
Pelanggaran-pelanggaran Hak Warga Negara di Indonesia selama ini, dan sulitnya melakukan penyelesaian disebabkan karena kurangnya peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaiannya. Semenjak reformasi telah ada peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaian masalah yang sehubungan dengan HAM ataupun Hak Warga Negara diantaranya adalah Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pembentukan lembaga yang mengurus Hak Warga Negara dan pelanggarannya juga merupakan upaya yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya KOMNAS HAM, pusat-pusat/Lembaga Kajian HAM yang terbentuk di berbagai daerah, LSM dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini di samping berupaya mensosialisasikan peraturan-peraturan tentang HAM juga menerima pengaduan-pengaduan pelanggaran HAM dan Hak Warga Negara dan meneruskan kepada lembaga yang berwenang untuk memprosesnya. Upaya yang dilakukan selama ini terkendala oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya perangkat hukum, kurangnya bukti-bukti yang lengkap dan keterbatasan penegak hukum. Oleh karenanya bila telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia ataupun hak warga negara maka secepatnyalah hal ini dilaporkan kepada yang berwenang.
Upaya yang sangat menentukan perlindungan terhadap pelanggaran HAM dan Hak Warga Negara adalah melalui peradilan. Peradilan yang kuat akan memberikan perlindungan yang baik terhadap Hak Warga Negara dan berdampak positif terhadap tindakan-tindakan yang menjurus kepada pelanggaran Hak Warga Negara. Untuk mendukung itu sekarang sudah ada undang-undang tentang pengadilan hak asasi manusia yaitu Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Undang-undang itu menetapkan disetiap daerah kabupaten atau kotamadya ada pengadilan HAM yang mengurusi Hak Warga Negara. Pelaksanaan peradilan HAM juga perlu dukungan penyidik yang berusaha untuk mencari bukti-bukti yang kuat tentang pelanggaran Hak warga Negara tersebut. Bantuan kita bersama dalam memberikan data (bukti) adalah langkah baik untuk tegaknya HAM di negara Indonesia khususnya Hak Warga Negara.

Lembaga-lembaga pendidikan juga berperan dalam memberikan perlindungan terhadap HAM, Lembaga-lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan formal memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada pelajar, siswa atau mahasiswa tentang hak asasi manusia, prosedur yang harus ditempuh bila mengetahui adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kepedulian terhadap hak asasi sudah berarti menekan peluang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. 


2. PERLINDUNGAN KEWARGANEGARAAN DI LUAR NEGERI

 

Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu negara wajib melindungi warga negaranya dimanapun ia berada,  sebagaimana yang telah diamanahkan oleh isi pembukaan  Undang-Undang Dasar 1945 Alenia terakhir yang berbunyi “…Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..” .


Hak-hak warga Negara untuk mendapatkan perlindungan merupakan hak-hak positif (Positive Right), yang dalam pengertiannya wajib dipenuhi secara aktif dan maksimal oleh Negara.  Kelemahan Negara didalam memenuhi hak-hak serta melindungi warga negaranya sendiri adalah suatu kejahatan pembiaran (Violent by Ommision). Komitmen dan kemauan politik dari Negara sangat menentukan sekali dalam melaksanakan tiap-tiap kebijakan yang dikeluarkan sehubungan dengan perlindungan kewarganegaraan.


Perlindungan pemerintah terhadap warga Negara Indonesia yang mendapatkan masalah diluar negeri dinilai masih lemah. Akibat lemahnya perlindungan maka wajarlah hingga saat ini masalah yang menimpa model Manohara Odelia Pinot, kasus tewasnya mahasiswa Universitas Teknologi Nanyang, David Hartanto Widjaja serta TKI yang tewas tertimbun supermarket di Malaysia tidak tertangani dengan baik.


            Tidak berdayanya KBRI di Malaysia menyelesaikan permasalahan Manohara adalah pelajaran bagi bangsa ini. KBRI yang hanya bisa melakukan tindakan-tindakan prosedural tanpa di iringi oleh tekanan-tekanan politik adalah tanda bahwa lemah dan rapuhnya bangsa ini di mata Malaysia. Jadi wajar kalaulah selama ini Malaysia selalu melakukan tindakan-tindakan yang merendahkan rasa nasionalisme kita, seperti mengklaim lagu-lagu daerah Indonesia menjadi lagu milik Malaysia, mengklaim bahwa seni reog berasal dari Malaysia, melecehkan territorial Indonesia dengan masuknya kapal perang Malaysia ke wilayah Indonesia dan yang lebih hina nya lagi membuat sebutan orang Indonesia di Malaysia dengan sebutan “Indon”.


             Daftar inventaris  permasalahan TKI selalu meningkat setiap tahunnya. Namun penyelesaian-penyelesaian terhadap masalah tersebut  tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, dan yang pada akhirnya TKI jualah yang dirugikan karena bagaimana pun TKI tersebut tetap berada dipihak yang lemah. Hal ini disebabkan karena perlindungan yang diberikan oleh KBRI-KBRI tidak maksimal dan seefektif yang diharapkan.


            Banyak kasus yang menunjukkan ketidakmampuan para diplomat Indonesia dalam memainkan fungsi diplomasinya, hendaknya mendapat perhatian bagi pemerintah, khususnya Departemen Luar Negeri. Banyak pihak yang berpendapat selain lemahnya kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris para Diplomat Indonesia tidak memiliki sense of intelegence yang memadai dalam menganalisis kasus. Kurangnya inisiatif dan inovatif dari para Diplomat untuk menangani masalah-masalah WNI. Disamping itu, para diplomat tidak memiliki media genic yang dapat merangkul dan memanfaatkan media agar dapat membantu diplomasinya.


Dengan lemahnya perlindungan WNI di Luar Negeri, merupakan suatu sinyal bahwasanya posisi tawar bangsa ini sangatlah lemah dihadapan Negara-negara luar. Untuk mengatasi hal itu semua, pemerintah yakni Departemen Luar Negeri agar bisa berbenah dengan melakukan evaluasi-evaluasi terhadap kinerjanya selama ini. Meningkatkan komunikasi politik dengan negara-negara penerima, lebih pro aktif terhadap penyelesaian-penyelesaian masalah WNI di Negara lain serta menempatkan orang-orang yang memiliki kemampuan dibidangnya di Perwakilan-perwakilanRI di luar negeri.


            Kemudian, pemerintah didesak  agar segera membuat rancangan perjanjian-perjanjian bilateral diantara pihak Indonesia dengan Negara-negara penerima, khususnya terhadap masalah-masalah hukum. Yang mana pengaturannya harus dilakukan melalui bentuk persetujuan dan bukan MoU seperti persetujuan ekstradisi atau bantuan hukum timbal  balik, yang nantinya diratifikasi dalam bentuk Undang-undang.


Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri memberikan perlindungan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri.
Perlindungan kepada WNI dan BHI di wilayah Swedia dilakukan berdasarkan dua tindakan yaitu : tindakan perlindungan preventif dan tidakan perlindungan represif. Langkah tersebut akan dilakukan oleh Perwakilan RI bekerjasama dengan instansi-instansi terkait setempat, seperti : Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Polisi, Dinas Intelijen dan Imigrasi setempat.

Tindakan Perlindungan Preventif
Tindakan perlindungan prenventif tidak saja dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akan tetapi juga dimaksudkan untuk membekali WNI dengan pengetahuan-pengetahuan mengenai peraturan-peraturan setempat agar apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi, maka WNI tersebut dapat mengambil tindakan yang tepat.

Tindakan perlindungan preventif dilaksanakan secara terus-menerus tanpa mengenal batas waktu dan tempat.

Tindakan Perlindungan Represif
Pada dasarnya tindakan perlindungan represif yang dilakukan oleh Perwakilan RI adalah tindakan yang dilakukan setelah adanya tindakan aparat setempat, seperti : pengawasan oleh aparat setempat, penangkapan, penahanan, pemanggilan proses hukum, permintaan informasi, interogasi dll. Tidankan Perwakilan selanjutnya adalah memberikan bantuan hukum dan bantuan-bantuan kekonsuleran lainnya agar WNI yang bersangkutan diperlakukan secara adil sesuai dengan hak-haknya.



Pelayanan Perlindungan WNI & BHI

Kementerian Luar Negeri memberikan perlindungan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri. Bantuan juga diberikan kepada WNI dan BHI yang mempunyai masalah hukum dengan Perwakilan Negara Asing atau Organisasi Internasional di Indonesia. Direktorat Perlindungan WNI dan BHI merupakan unit kerja Kementerian Luar Negeri RI yang terkait langsung dengan permasalahan tersebut di atas.



Pelayanan Perlindungan WNI dan BHI

Perlindungan yang diberikan berupa:

  1. Perlindungan hak WNI dan BHI
  2. Bantuan hukum di bidang perdata dan pidana serta bidang ketenagakerjaan
  3. Penanganan permohonan perlindungan WNI dan BHI di luar negeri;
  4. Konsultasi perlindungan WNI dan BHI di luar negeri;
  5. Pendampingan WNI bermasalah;
  6. Penyampaian informasi perkembangan kasus WNI dan BHI;
  7. Perbantuan pemulangan WNI bermasalah ke daerah asal;
  8. Perbantuan pemulangan jenazah WNI ke daerah asal.


refrece :
http://nurulhidayatunnisa.blogspot.com/2011/06/pelanggaran-hak-warga-negara-dan.html
http://indonesiskaambassaden.se/layanan-konsuler/perlindungan-hukum
https://idiysorhazmah.wordpress.com/2013/04/28/lemahnya-perlindungan-hukum-bagi-wni-di-luar-negeri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar